PENJELASAN MBAH MAEMUN MENGENAI SILAM NUSANTARA
Rembang, Muslimedianews ~ Sebuah cerita menarik ketika
Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan bertandang ke Rembang,
tepatnya di Pondok Pesantren Al Anwar asuhan KH. Maemoen Zubair. Dalam
akun facebook pribadinya, Beliau menceritakan secara gamblang perihal
pertemuannya dengan "Mbah Moen", sapaan Luhut kepada KH. Maemoen Zubair.
Luhut hingga terkesan dengan jiwa Nasionalisme yang ada pada Mbah
Moen.
Berikut postingan lengkapnya,
Saya memanggilnya “Mbah Moen”. Nama aslinya adalah Kiai Haji Maimoen
Zubair, sesepuh NU yang saya kenal beberapa belas tahun lalu dari Gus
Dur.
Tangan sesepuh yang berusia hampir 88 tahun ini tidak pernah lepas
menggandeng tangan saya sejak penyambutannya di halaman depan sampai ke
tempat duduk saya, dan terus berlanjut sepanjang kami menyanyikan lagu
Indonesia Raya.
Bahkan setelah itu, ketika saya bermaksud hendak duduk, genggaman beliau
menahan saya untuk tetap berdiri. Beliau membisikkan bahwa sekarang
saatnya saya memimpin pengheningan cipta untuk berdoa dan mengenang jasa
para pahlawan yang telah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
Inilah suasana di waktu saya berkesempatan bertemu beliau di Rembang, di
Pondok Pesantren Al Anwar yang diasuh beliau. Saya terkesan dengan rasa
nasionalisme yang terpancar di pondok pesantren tersebut.
Siang itu kehadiran saya disambut dengan Paskibra para santri dengan
barisan yang rapi di lapangan lokasi pendaratan helikopter. Tim drumband
multi-instrumen yang seluruhnya adalah para santri turut menambah
kemeriahan dengan lagu-lagu nasionalnya. Ribuan santri lainnya dengan
penuh semangat berbaris rapi mengibar-ngibarkan bendera merah putih
kecil.
Saya juga terkesan dengan rasa nasionalisme Mbah Moen. Ketika kami
berbincang, Mbah Moen menitipkan masalah-masalah nasional kepada saya
untuk diselesaikan, meski tak ada satupun masalah yang terkait langsung
dengan beliau. Mbah Moen memiliki visi yang bagus tentang persatuan dan
kesatuan. Beruntung para santri di pondok pesantren ini memiliki
ketauladanan dari sosok Mbah Moen.
Dalam tausiahnya, Mbah Moen menegaskan bahwa konsep Islam Nusantara itu
sebenarnya kembali kepada Pancasila. Dengan menggunakan analogi lima
sudut yang terdapat pada lambang bintang di Sila Pertama Pancasila, Mbah
Moen menjelaskan lima konsep utama dalam beragama.
Pertama adalah agar manusia saling menghormati. Sikap ini harus
didahulukan tanpa memandang latar belakang seseorang seperti apa
agamanya atau siapa dia. Nilai-nilai kemanusiaan harus selalu berada di
garda terdepan.
Kedua adalah agar manusia saling menjaga jiwa. Jangan sampai saling
membunuh dan menyakiti sesama karena itu menghancurkan jiwa kemanusiaan
kita.
Ketiga, pentingnya menjaga akal. Mbah Moen mengingatkan betapa tingginya perhatian Rasulullah Muhammad SAW terhadap pendidikan.
Keempat, agar umat manusia menjaga keberlangsungan populasi di dunia sehingga fungsi manusia di bumi tetap terjaga.
Terakhir, Mbah Moen mengingatkan pentingnya menjaga hak milik. Manusia
yang beragama wajib menjaga dirinya agar tidak merugikan orang lain dan
mengambil sesuatu yang bukan haknya.
Terkait ancaman radikalisasi, Mbah Moen berpesan kepada para santri
bahwa paham Islam radikal bukanlah ajaran yang dibawa oleh Rasulullah
SAW. Islam yang dibawa Nabi bukanlah Islam yang penuh kebencian ataupun
yang menimbulkan perpecahan. Bagi Indonesia yang merupakan negara
kepulauan dengan mayoritas Muslim, Mbah Moen tegas mengatakan bahwa
Islam Nusantara adalah konsep yang tepat untuk digunakan.
Menutup tausiahnya, Mbah Moen berpesan kepada pemerintah dan masyarakat terkait pembangunan Indonesia.
Pertama, agar nilai-nilai satu nusa dan satu bangsa terus dipertahankan
dan dijaga keberlangsungannya. Perbedaan itu wajar. Masyarakat Indonesia
sebaiknya jangan membicarakan hal-hal yang dapat berujung pada
perpecahan, tapi mencari jalan untuk semakin merekatkan persatuan.
Kedua, agar para pemimpin bangsa memiliki filosofi ‘membangun dari
bawah, membersihkan dari atas’. Mbah Moen secara spesifik memuji program
dana desa, yang merupakan wujud pembangunan yang berasal dari bawah.
Para pemangku jabatan juga diingatkan agar memberikan teladan dan
memulai perbaikan dari atas.
Terakhir, Mbah Moen mengingatkan setiap elemen bangsa agar Indonesia
dapat menjadi negeri dimana prinsip ‘makmur dalam keadilan dan adil
dalam kemakmuran’ seyogyanya menjadi panduan utama dalam berbangsa dan
bernegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar