Bismillah wal Hamdulillah, semoga tulisan ini menjadi Ilmu bagi setiap yang membaca nya, amin
Dakwah Salafi Wahabi yang sulit di terima oleh dunia Islam, kecuali
hanya sebagian kecil orang awam, sehingga menghalalkan segala cara demi
sebuah faham yang mereka anggap benar, dakwah nya yang lebih pantas di
sebut dengan fitnah terhadap Islam, Al-Quran, Hadits dan para Ulama
Islam, karena setiap sisi syari’at Islam yang tidak sepaham dengan
pemahaman mereka selalu ada cerita dusta dan fitnah terhadap Ulama, baik
Salaf atau Khalaf, ketidaksiapan mereka dalam menyikapi perbedaan, dan
tidak cukup nya pendukung dakwah mereka, hingga memaksa mereka
memutarbalikkan fakta dengan cerita dusta terhadap para pakar Ulama
Islam separti Imam Mazhab empat, Syaikh Abdul Qadir Al-Jiilani, Ibnu
Katsir, Imam Baihaqqi, Imam Asy’ari, Imam Nawawi, Ibnu Hajar
al-Ashqalani, Shalahuddin al-Ayyubi dan masih banyak lagi, semoga Allah
selalu menjaga Para Ulama Islam dari bermacam fitnah Wahabi.
Adapun yang ingin kami sampaikan di sini adalah cerita dusta terhadap
Imam Nawawi yang bernama lengkap Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf
bin Marri asy-Syafi’i al-Asy’ari an-Nawawi, ada dua fitnah Wahabi
terhadap Imam Nawawi yang saling bertolak-belakang, yaitu tuduhan sesat
dan tuduhan taubat
1. Tuduhan sesat yang masyhur adalah mengenai kitab adzkar, dan
tuduhan yang dilakukan oleh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam kitab
nya Liqa’ al-Bab al-Maftuh bahwa Imam Nawawi bukan Ahlus Sunnah
Waljama’ah, tuduhan ini memang sudah lumrah, karena setiap yang tidak
sama dengan mereka pasti dituduh sesat, lebih lagi karena Imam Nawawi
adalah seorang Ulama Sufi dan beraqidah Asy’ari, fitnah ini telah
dilemparkan oleh Wahabi terhadap semua Ulama Sufi dan beraqidah Asy’ari
atau Maturidi, semua di cap sebagai ahlu bid’ah sesat, semoga Allah
menolong semua penolong Islam.
2. Tuduhan bahwa Imam Nawawi telah bertaubat dari aqidah Asy’ari ke
aqidah Salafi Wahabi, bukan Salafi murni, karena tidak ada takfiri
antara Salaf dan Khalaf, fitnah ini bersumber dari sebuah rekayasa
pembenci Imam Nawawi lewat lembaran-lembaran kitab yang dinisbahkan
kepada Imam Nawawi yang katanya “beliau sempat bertaubat dari aqidah
Asy’ari dan kembali ke aqidah Salaf kira-kira dua bulan sebelum beliau
wafat, dan sempat menulis kitab tentang aqidah Ulama Salaf serta mencela
Asya’irah, tapi kitabnya hilang dan yang tersisa hanya satu Juzuk/Jilid
yang membahas tentang -KALAMULLAH HURUF dan SUARA-” sehingga jilid itu
disebut “جزء الحروف والأصوات” -JUZK HURUF WAL ASHWAT- atau -JUZK FIL
HURUF WAL ASHWAT- atau جزء فيه ذكر اعتقاد السلف في الحروف و الأصوات
-JUZK FI HI DZIKRU I’TIQAD SALAF FIL HURUF WAL ASHWAT- dan kitab
kebohongan itu di tahqik oleh pentahkiq Wahabi yaitu Abu Fadhl Ahmad
Ibnu Ali ad-Dimyati, agar penyamaran itu sempurna dan terkesan benar
adanya, serta menumbuhkan keragu-raguan pada pengikut Ahlu Sunnah
Waljama’ah yang beraqidah Asy’ari, Na’uzubillah min dzalik.
SEKILAS TENTANG KITAB KEBOHONGAN [JUZK FIL HURUF WAL ASHWAT] YANG DINISBAHKAN KEPADA IMAM NAWAWI
Kitab tersebut dibuat seolah-olah Imam Nawawi menulis ringkasan
[ikhtishar] dari dua kitab berbeda yakni kitab GHAYATUL MARAM FI
MAS-ALATIL KALAM ” غاية المرام في مسألة الكلام” katanya itu kitab Syaikh
Fakhruddin Abu Abbas Ahmad Ibn Hasan Ibn Utsman al-Armawi asy-Syafi’i,
dan dari kitabnya Imam Nawawi sendiri yakni kitab at-TIBYAN FI ADABI
HAMLATIL QURAN “التبيان في آداب حملة القرآن” sehinggah kitab kebohongan
itu terdiri dari dua bagian, dan insyaallah akan kami jelaskan nanti
mana yang dari kitab GHAYATUL MARAM dan mana yang dari at-TIBYAN.
Kitab kebohongan tersebut terdiri dari Muqaddimah dan 18 [delapan belas] pasal, yaitu:
1. PASAL: Tentang huruf dan apakah ia qadim atau hadits.
2. PASAL: Tentang Kalam Allah.
3. PASAL: Tentang itsbat harf bagi Allah ta’ala.
4. PASAL: Tentang itsbat suara bagi Allah ta’ala.
5. PASAL: Tentang bahwa qiraah itu dibacakan dan bahwa kitabah itu dituliskan.
6. PASAL: Tentang bahwa Kalam Allah itu didengarkan.
7. PASAL: Tentang Hadits-hadits yang menguatkan bahwa Kalam Allah itu didengarkan.
8. PASAL: Tentang wajib hormati Al-Quran.
9. PASAL: Tentang haram Tafsir Al-Quran tanpa ilmu.
10. PASAL: Tentang haram ragu dan jidal pada Al-Quran dengan cara yang tidak benar.
11. PASAL: Tentang tidak dilarang kafir mendengar Al-Quran dan dilarang menyentuhnya.
12. PASAL: Tentang menulis Al-Quran pada bejana lalu disirami air dan diberikan ke orang sakit.
13. PASAL: Tentang menghias dinding dan pintu dengan Al-Quran.
14. PASAL: Tentang sunnah menulis mushaf.
15. PASAL: Tentang tidak boleh menulis Al-Quran dengan najis.
16. PASAL: Tentang wajib menjaga mushaf dan menghormatinya.
17. PASAL: Tentang haram terhadap orang berhadats menyentuh mushaf dan membawanya.
18. PASAL: Tentang melarang anak-anak dan orang gila membawa mushaf.
Dari dua bagian kitab kebohongan ini disebutkan bahwa bagian pertama
yaitu tujuh Pasal awal mulai dari [PASAL: Tentang huruf dan apakah ia
qadim atau hadits.] sampai akhir [PASAL: Tentang Hadits-hadits yang
menguatkan bahwa Kalam Allah itu didengarkan.] itu diringkas dari kitab
GHAYATUL MARAM FI MAS-ALATIL KALAM karya Syaikh Fakhruddin Abu Abbas
Ahmad Ibn Hasan Ibn Utsman al-Armawi asy-Syafi’i, dan bagian kedua yaitu
sebelas Pasal selanjutnya mulai dari [PASAL: Tentang wajib hormati
Al-Quran.] sampai akhir [PASAL: Tentang melarang anak-anak dan orang
gila membawa mushaf.] itu ringkasan dari kitab Imam Nawawi sendiri yakni
kitab at-TIBYAN FI ADABI HAMLATIL QURAN.
Skenario yang hampir bisa dibilang sempurna, mencampurkan yang haq
dengan yang batil, agar yang batil sekilas terlihat haq, tapi Allah akan
selalu menolong para penolong Agama, cepat atau lambat finah dan cerita
dusta itu pasti akan nampak juga pada waktunya.Insyaallah
ALASAN MENOLAK DINISBAHKAN KITAB KEBOHONGAN [JUZK FIL HURUF WAL ASHWAT] TERSEBUT KEPADA IMAM NAWAWI
1. Bahwa Syaikh Fakhruddin Abu Abbas Ahmad Ibn Hasan Ibn Utsman
al-Armawi asy-Syafi’i ini orang tidak dikenal [OTK] bahkan tidak pernah
ada sama sekali dalam jajaran Ulama Syafi’iyyah dalam kitab mana pun,
bahkan lagi pentahqik kitab itu pun tidak kenal dengan Abu Abbas
al-Armawi ini, tidak mungkin orang yang dipuji setinggi langit oleh Imam
Nawawi dalam kitab itu tidak tercatat dalam sejarah, apalagi dalam
peristiwa sebesar ini [seandainya itu benar adanya], tapi jangankan
kehidupannya, kuburnya pun tidak ada, benar-benar ini tokoh fiktif
belaka.
2. Bahwa kitab GHAYATUL MARAM FI MAS-ALATIL KALAM karya Abu Abbas
al-Armawi tersebut tidak pernah ada sama sekali, karena orang nya memang
tidak pernah ada, bagaimana mungkin Imam Nawawi meringkas kitab yang
tidak pernah ada itu.
3. Bahwa Imam Nawawi tidak punya guru yang bernama Abu Abbas al-Armawi,
bahkan dalam kitab kebohongan itu sendiri, pentahqik lupa menambah Abu
Abbas al-Armawi dalam jajaran guru Imam Nawawi.
4. Bahwa aqidah Ulama salaf bukan seperti tersebut dalam kitab
kebohongan itu, tapi Tafwidh ma’at Tanzih atau Takwil Ijmali tanpa
Takyif, Tasybih dan Ta’thil, itu Manhaj Taymiyyin yang belum ada masa
Imam Nawawi.
5. Bahwa dalam kitab Biografi Imam Nawawi tidak pernah ada sejarah bahwa
Imam Nawawi pernah menulis kitab kebohongan tersebut yakni [JUZK FIL
HURUF WAL ASHWAT].
6. Bahwa tidak disebutkan siapa penemu kitab itu dan kapan ditemukannya,
tidak ada murid atau keluarga atau Ulama semasa Imam Nawawi yang tau
adanya kitab itu, dan baru ketauan setelah ratusan/ribuan tahun kemudian
saat kitab itu ada ditangan pentahqik Wahabi yakni Abu Fadhl Ahmad Ibnu
Ali ad-Dimyati, dan kemungkinan besar inilah biang fitnah ini.
7. Bahwa banyak pembesar Wahabi juga tidak percaya dengan keberadaan
kitab itu, hingga Imam Nawawi di cap sesat karena beliau seorang Sufi
beraqidah Asy’ari.
8. Bahwa Abu Fadhl Ahmad Ibnu Ali ad-Dimyati selaku pentahqik sekaligus
“penemu” kitab itu adalah pembenci Imam Nawawi dan anti Sufi juga anti
Asy’ari.
9. Bahwa Abu Fadhl Ahmad Ibnu Ali ad-Dimyati adalah orang pikun hingga
nampak kedustaannya yaitu salah menetapkan tanggal dalam kitab itu,
dalam Muqaddimah ia sebutkan bahwa kitab itu selesai ditulis oleh Imam
Nawawi pada Kamis 3 Rabiul Akhir 676 H [في الخميس الثالث من شهر ربيع
الآخر سنة 676 هـ] tapi pada akhir kitab ia sebutkan kitab itu selesai
pada Kamis 3 Rabiul Awwal 676 H [الخميس الثالث من شهر ربيع الأول سنة ست
وسبعين وستمائة.]
10. Bahwa Abu Fadhl Ahmad Ibnu Ali ad-Dimyati juga melakukan kesalahan
ketika mentahqik mengubah ibarat dari dasar nya (فرغنا منه صبيحة الخميس)
menjadi (فرغنا من نسخه الخميس).
Sudah cukup alasan tidak menerima penisbahan kitab tersebut kepada
Imam Nawawi, tapi lebih layak kitab itu dinisbahkan kepada Abu Fadhl
Ahmad Ibnu Ali ad-Dimyati selaku pentahqik sekaligus “penemu” kitab itu.
Semua fitnah Wahabi yang timbul di setiap masa pasti telah dijawab oleh
Ulama pada masa itu, karena memang sudah menjadi kewajiban atas Ulama
untuk terus menjaga kemurnian Islam, dan kemuliaan Ulama Ahlu Sunnah
Waljama’ah, apalagi yang dicela oleh Wahabi adalah Ulama sekelas Imam
Nawawi, seorang pendekar Mazhab Syafi’i, kasus dan modus seperti ini
bukan pertama kali terjadi tapi sudah terjadi sebelumnya dan akan
terjadi setelahnya juga.
Semoga Allah selalu menjaga kemurnian Islam dan para pejuang Islam dari fitnah berkedok Islam.
Hasbunallah wa ni’mal wakil.